INDONESIA: Perjuangan kakak korban penyiksaan berlanjut pasca putusan PT Banten 

UNTUK DITERBITKAN SEGERA
SIARAN PERS

AHRC-PRL-016-2013-ID

(Hong Kong, 8 Oktober 2013) Asian Human Rights Commission (AHRC) telah merilis videowawancara dengan Yeni, kerabat dari Yusli yang disiksa dan ditembak hingga tewas oleh tiga anggota kepolisian pada Desember 2011. Sebelumnya pada bulan Maret tahun ini, Pengadilan Negeri Tangerang menghukum dua polisi bernama Ricky Sembiring dan Hermanto ke dua tahun penjara dan seorang polisi lainnya bernama Aan Triharianto ke lima tahun penjara. AHRC menyayangkan putusan tersebut karena hukuman yang dijatuhkan terlalu ringan dan karena pengadilan tidak mengakui keseluruhan fakta yang terjadi.

Baru minggu lalu AHRC mempelajari bahwa Pengadilan Tinggi Banten telah memutus permintaan banding yang dimohonkan oleh ketiga oknum polisi tersebut. AHRC sangat kecewa dengan hakim pengadilan tinggi yang memeriksa kasus atas keputusannya untuk mengurangi hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri. Putusan PT tersebut merevisi hukuman Ricky Sembiring dan Hermanto menjadi satu tahun penjara dan hukuman Aan Triharianto menjadi tiga tahun penjara.

Rilis video ini merupakan salah satu respon dari AHRC terhadap putusan PT Banten yang dinilai tidak adil tersebut. Video ini sendiri merupakan rekaman wawancara dengan Yeni, kakak perempuan dari Yusli, yang telah secara konsisten dan tanpa lelah mencari keadilan bagi adiknya. Yeni menjelaskan di dalam video tersebut bagaimana ‘keadilan yang se-adil-adilnya’ tidak nampak seperti sesuatu yang dapat dicapai oleh individu yang ingin menuntut polisi ataupun aparat negara lainnya. Ia juga menjelaskan bagaimana institusi negara di Indonesia tidak membantu dan responsif terhadap pengaduan yang ia buat.

Perilaku institusi negara yang tidak menangani kasus penyiksaan secara serius beserta ketidakmauan mereka untuk membantu korban penyiksaan seperti yang dideskripsikan Yeni di dalam video ini sayangnya masih saja berlanjut. Meskipun putusan PT Banten dikeluarkan pada bulan Mei tahun ini, Yeni tidak mendapatkan informasi sama sekali mengenai hal tersebut hingga 3 Oktober 2013. Percakapan AHRC dengan Yeni melalui telepon baru-baru ini mengungkapkan bagaimana jaksa dan staf di PN Tangerang telah mempersulit Yeni untuk mendapatkan akses terhadap putusan dari PT Banten. Hanya dengan bantuan dari lembaga swadaya masyarakat Yeni kemudian dapat mendapatkan naskah putusan secara online melalui situs resmi Mahkamah Agung.

AHRC sudah mengirimkan surat kepada otoritas terkait di Indonesia dan juga beberapa Pelapor Khusus PBB guna mendesak intervensi mereka dalam kasus ini. Secara khusus AHRC menuntut dilakukannya sidang disipliner bagi para oknum kepolisian dalam kasus ini dan juga penon-aktifan mereka dari jabatannya. Surat yang dikirimkan oleh AHRC juga mendesak dilakukannya pemeriksaan independen dan efektif oleh Mahkamah Agung yang saat ini tengah memeriksa permohonan kasasi kasus ini. Selain itu AHRC meminta dilakukannya investigasi menyeluruh terhadap jaksa dan hakim pada level PN dan PT yang ditugaskan dalam proses perkara kasus Yusli yang tidak menjalankan tugas mereka sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Video wawancara dengan Yeni dapat diakses di akun youtube AHRC di sini.

Untuk penjelasan lebih mendalam mengenai kasus Yusli, silahkan kunjungi beberapa intervensi AHRC di bawah ini:

INDONESIA: A young man died suspiciously in custody after illegal arrest

INDONESIA: Lenient punishment for police officers who tortured and shot a young man to death

INDONESIA: Banten High Court reduces punishment for police officers who tortured and shot a man to death

‘Justice don’t come easy; searching for truth is risky’

To support this case, please click here: SEND APPEAL LETTER

SAMPLE LETTER


Document Type : Press Release
Document ID : AHRC-PRL-016-2013-ID
Countries : Indonesia,
Issues : Judicial system, Rule of law, Torture,