INDONESIA: Korban penyiksaan di Papua bicara mengenai kekerasan yang dilakukan polisi 

(Hong Kong/Jakarta, February 22, 2013) Asian Human Rights Commission (AHRC) telah merilis video interview dengan dua warga Papua yang telah menjadi korban penyiksaan oleh oknum aparat Polri. Video tersebut dapat diakses di Saluran AHRC di Youtube di http://www.youtube.com/watch?v=eMI1HouWMv4.

Dalam video yang direkam dan awalnya disebarkan oleh seorang aktivis lokal, Eneko Pahabol dan Obed Bahabol mengungkapkan bagaimana mereka ditangkap dan disiksa oleh oknum aparat kepolisian pada 15 Februari 2013 lalu karena dugaan adanya keterkaitan antara mereka dengan dua aktivis pro-kemerdekaan, Terianus Satto dan Sebby Sambom. Lima orang dari Papua lainnya yang bernama Daniel Gobay, Arsel Kobak, Yosafat Satto, Salim Yaru dan Matan Klembiap juga mengalami kekerasan yang sama, pada hari yang sama, atas tuduhan yang serupa pula.

“Kami disuruh buka baju (dan) celana,” Obed bersaksi di dalam video tersebut. “Mereka kasih masuk pistol di mulut, di muka, di telinga, di hidung. Mereka kasih masuk di mulut ini gigi sudah patah di dalam,” ia melanjutkan. Selain itu, Obed juga dipukuli oleh oknum aparat kepolisian yang terus menanyakan apakah dia mengetahui keberadaan Sebby Sambom dan Terianus Satto.

Eneko memiliki pengalaman yang sama. Dia berulangkali dipukuli dan ditendang oleh oknum polisi sampai tidak sadarkan diri. “Kepala sini ditusuk dengan rotan tajam sampai ini kepala lubang-lubang,” ujarnya dalam wawancara tersebut. “Ini (saya) disetrum dari kaki sampai badan semua ini mereka setrum”.

Sebagaimana kemudian terbukti, tidak satu pun di antara ketujuh individu yang ditangkap dan disiksa tersebut memiliki hubungan dengan Sebby Sambom ataupun Terianus Satto sehingga polisi kemudian membebaskan Eneko, Obed, Arsel, Yosafat dan Salim tanpa syarat. Informasi terakhir yang diterima AHRC menyebutkan bahwa Daniel dan Matan masih dalam tahanan akan tetapi mereka dituduh dengan pasal mengenai kepemilikan senjata tajam – sama sekali tidak berkaitan dengan tuduhan awal polisi yang tidak berdasar.

“Pemerintah Indonesia harus menangani masalah ini dengan serius. Absennya investigasi yang imparsial dan penghukuman yang proporsional untuk pihak-pihak yang melakukan kekerasan tersebut hanya akan memperdalam rasa sakit hati bangsa Papua terhadap pemerintah, dan akan memperkeruh situasi,” ujar Bijo Francis, Direktur Eksekutif AHRC.

AHRC telah mengirimkan surat ke institusi pemerintah terkait meminta mereka untuk melakukan intervensi untuk kasus ini. Akan tetapi belum ada respon yang diterima AHRC hingga saat ini. AHRC juga telah mengirimkan laporan ke Pelapor Khusus PBB untuk isu Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat, serta menekankan bahwa penyiksaan masih dipraktikan secara luas terlepas dari kritik dan rekomendasi yang diberikan oleh Pelapor Khusus PBB dalam laporannya mengenai Indonesia pada 2008.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai kasus penyiksaan ini, lihat seruan mendesak AHRC “INDONESIA: Seven Papuans are arrested and tortured on false allegations of having a relationship with pro-independence activists“.

To support this case, please click here: SEND APPEAL LETTER

SAMPLE LETTER


Document Type : Press Release
Document ID : AHRC-PRL-005-2013-ID
Countries : Indonesia,
Issues : Police negligence, Police violence, Rule of law, Torture,