DUNIA: 18 Mei, Peringatan Perlawanan Gwangju, Perlu Diakui sebagai Hari Universal untuk Pencegahan Militerisme dan Otoritarianisme

Asian Human Rights Commission di Hong Kong, the May 18 Memorial Foundation dan tiga tiga organisasi terkait dengan May 18 di Korea Selatan, dan International Bridges of Justice (IBJ) menyerukan untuk partisipasi anda untuk mengakhiri militerisme dan otoritarianisme.

Mari bergabung bersama kami untuk mengukuhkan tanggal 18 Mei sebagai “hari Universal untuk Pencegahan terhadap Militerisme dan Otoritarianisme” sehingga kita memiliki fokus dalam perjuangan mengakhiri militerisme dan otoritarianisme dan untuk merealisasikan demokrasi dimana semua orang menikmati hak-hak dasar yang dimilikinya.

Tanggal 18 Mei sangat penting tidak hanya di Korea tetapi juga untuk dunia. Hari itu di tahun 1980 perjuangan sepuluh hari dari perlawanan demokratik 18 Mei dimulai. Selama perlawanan, seluruh kota bangkit melawan kudeta militer untuk melindungi demokrasi. Terlepas dari kekerasan militer penindasan bersenjata, orang-orang Gwangju Jeollanamdo terus berjuang sambil mengorbankan hidup mereka dan akhirnya mencapai apa yang pantas mereka dapatkan – sebuah masyarakat demokratis.

Perlawanan adalah titik balik dalam gerakan demokratisasi dan hak asasi manusia di Korea di mana orang-orang menyadari bahwa mereka adalah kekuatan sentral dalam sejarah bangsa, yang mendorong gerakan demokratisasi nasional. Perlawanan juga membuat orang-orang menyadari bahwa mereka bisa mendapatkan hak mereka melalui perjuangan mereka sendiri dan ini jelas meningkatkan situasi hak asasi manusia di Korea. Selain itu, meminta pertanggungjawaban dua mantan presiden, Chun Doo-hwan dan Roh Tae-woo, atas kejahatan tersebut membantu demokratisasi negara lain di Asia, mengirimkan peringatan keras kepada rezim otoriter lain tentang konsekuensi dari tindakan kejam mereka.

Untuk informasi lebih detail tentang Perlawanan Gwangju, silahkan kunjungi 
link berikut: Click here

French Spanish

DUNIA: 18 Mei, Peringatan Perlawanan Gwangju, Perlu Diakui sebagai Hari Universal untuk Pencegahan Militerisme dan Otoritarianisme

Tanggal 18 Mei 1980 adalah hari yang sangat penting tidak hanya untuk Korea tetapi juga untuk seluruh dunia. Pada hari ini, perlawanan besar terjadi; seluruh kota bangkit melawan kudeta militer di Korea Selatan. Selama beberapa hari, orang-orang berdiri bersama, mencegah masuknya batalyon bersenjata yang dikirim untuk menguasai kota. Itu adalah momen solidaritas yang langka.

Setelah beberapa hari, batalion militer memasuki kota untuk dikuasai dengan paksa, tidak segan menumpahkan darah rakyat mereka sendiri. Sekitar 160 orang memilih untuk mengorbankan hidup mereka daripada menyerah kepada militer. Mereka melakukan pengorbanan pertama untuk menyadarkan seluruh bangsa dan komunitas internasional untuk mengalahkan militerisme dan memulihkan demokrasi di tanah mereka. Keinginan mereka dibalas dengan berlimpah dan orang-orang terlibat dalam perjuangan terus-menerus untuk mengalahkan rezim militer, dan mereka akhirnya berhasil. Korea Selatan saat ini adalah negara demokrasi yang dinamis. Kedua pemimpin militer, Chun Doo-hwan dan Roh Tae-Woo, diadili dan dihukum.

Di banyak belahan dunia, otoritarianisme dan militerisme dalam berbagai bentuk telah menjadi yang terdepan. Bahkan di lingkungan yang paling canggih, ada argumen yang mendukung militerisme dan otoritarianisme sebagai hal yang tidak dapat dihindari untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Ada banyak pemerintahan yang terpilih untuk berkuasa tetapi, dengan menggunakan banyak cara yang canggih, bentuk pemerintahan mereka yang sebenarnya telah berubah menjadi otoriterisme. Berbagai bentuk pemerintahan telah bermunculan yang menggunakan argumen kebutuhan untuk mempertahankan otoritarianisme dan militerisme.

Para pendukung demokrasi dan hak asasi manusia perlu menangani masalah ini secara mendesak. Institusi publik yang menangani penyelenggaraan peradilan dapat diubah menjadi instrumen otoritarianisme. Ini sebenarnya telah terjadi di banyak negara dalam kurun waktu yang cukup lama. Resistensi yang memadai terhadap perpindahan demokrasi dan supremasi hukum belum muncul. Dalam keadaan seperti itu, orang merasa terasing, terisolasi, tertekan, dan tidak berdaya. Persetujuan publik yang dibuat telah menggantikan kemungkinan partisipasi asli. Di mana-mana orang mencari solusi untuk masalah ini.

Pengakuan terhadap Perlawanan Gwangju memiliki implikasi global untuk meningkatkan partisipasi masyarakat asli, yang tanpa mereka upaya untuk mencapai akuntabilitas dan transparansi pemerintahan hanya dapat dicapai sedikit. Tema pemerintahan yang baik harus dimasukkan dalam perlawanan terhadap militerisme dan otoritarianisme.

Pengakuan tanggal 18 Mei sebagai Hari Universal untuk Pencegahan Militerisme dan Otoritarianisme akan menjadi simbol pengakuan global atas tantangan untuk mengembangkan institusi publik yang sejati, di mana orang dapat menemukan cara mereka untuk berpartisipasi dalam proses pemerintahan. Kami mendesak semua pendukung demokrasi dan hak asasi manusia untuk mendukung deklarasi tanggal 18 Mei sebagai Hari Universal untuk Pencegahan Militerisme dan Otoriterisme.

Mari dukung panggilan ini. 
Saya/Organisasi Saya ingint mendapatkan dukungan untuk pernyataan ini/

https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSfEpYoN6quG23Cr6N-TcK6Ai37ZEontcaYEwOS0dROmr0PkNQ/viewform

Document Type : Joint Statement
Document ID : AHRC-JST-010-2020
Countries : Indonesia,
Issues : Administration of justice, Democracy, Military, Right to fair trial, Right to life, Rule of law,