Di tulisan artikel saya ini, saya mau menjelaskan apa yang saya tau apa yang saya lihat dan apa yang saya amati selama ini.

Masyarakat sipil di Papua ini ibaratnya seperti Bola pimpong, vola kaki dan Volly, Dilempar sini dilempar sana, nasip masyarakat Papua tidak Jelas, siapapun dia yang akan ketemu di pinggir hutan rumah juga akan di tuduh OPM dan separatis, kalau mereka ditangkap, yang akan terjadi adalah bentuk rekajasa.

Kalau masyarakat sipil yang dibunuh TNI/POLRI akan mengatakan TPNPB/OPM yang dibunuh atau dibakar dalam honai, nanti TPNPB/OPM akan mengatakan TNI/POLRI yang membunuh atau membakar dalam honai, masyarakat akan menjadi kebigungan ditengah-tengah itu akan menjadi lahan bisnis untuk kedua kelompok dan masyarakat sipil akan tetap menjadi korban.

Kecuali TNI/POLRI dan TPNPB/OPM membuka diri membuat pernyataan sikap tentukan tempat strategis untuk perang, siapa yang akan mengalami korban banyak itu urusan ke dua kelompok, tetapi menurut saya kedua kelompok yang dimaksud tidak berani membuat perjanjian perang di salah tau tempat terbuka.

TNI/POLRI DAN TPNPB/OPM HIDUP TERBAUR DI MASYARAKAT

Selama ini saya lihat TNI/POLRI dan TPNPB selalu hidup di dalam kota bukan di hutan, lalu terjadi baku kontak senjata, karena kedua kelompok tidak ada yang mengalami korban jiwa, nanti masyarakat yang tidak punya senjata akan menjadi target utama, nanti begitu lewat akan ditembak, dan TNI/POLRI akan mengatakan TPNPB/OPM yang menembak dan TPNPB akan mengatakan TNI/POLRI yang menembak, dan akhirnya akan terjadinya seperti Bola pimpong dilempar sana dan dilempar sini, akhirnya mesyarakat selalu menjadi korban kekerasan pelanggaran HAM.

Secara otomatis masyarakat menjadi alat pelindung bagi kedua kelompok, TNI/POLRI dan TPNPB/OPM sehingga terpaksa mereka yang harus jadi korban. Kecuali tadi kedua kelompok tentukan tempat terbuka untuk perang terbuka.

Kemarin tanggal 11 Oktober 2020, saya baru pulang dari Distrik Mbulmu Yalma disana dua orang atas nama Tepania Wasiangge dan Anle Gwijangge ditangkap oleh anggota TNI.

Dugaan masyarakat setempat, kedua orang yang dimaksud dibakar dalam satu Honai oleh Anggota TNI, karena ada sisa-sisa tulang yang ditemukan, tetapi TNI mengatakan itu kebiasaan anggota TPNPB/OPM jadi mereka yang membakar baru melarikan diri. sementara TPNPB/OPM mengatakan kami tidak tau kejadian itu seperti apa ? Yang menangkapkan TNI bukan kami, setelah komonikasi dengan pihak TPNPB, dan merek mengatakan TNI bertangung jawab atas kematian dua warga aparat desa itu.

Contoh yang lain, kematian Selu Karunggu dan Elias Karunggu pada tanggal 18 Juli 2020 di Kenyam, TNI satgas 330 mengatakan mereka itu adalah OPM anggotanya kelompok Egianus dengan dugaan itu mereka di tembak dengan cara hidup-hidup, karena dituduh membawah pistol. Untuk membuktikan peristiwa itu kami minta kepada aparat TNI dan Polri untuk olah Tempat Kejadian Perkara namun Pihak penyidik dan TNI mengabaikan saja.

Satu contoh lagi penembakan terhadap Pdt. JERMIA di Kabupaten Intan Jaya, keluarga mengakui bahwa Anggota TNI yang menembak tetapi Pihak TNI/POLRI menuduh bahwa itu anggota OPM yang ditembak, akhirnya juga terjadi baku lempar seperti bola pimpong atau ibaratnya seperti anak kecil yang suka main kelereng, dan semua ini tidak ada yang berani mengatakan kami siap bertangung jawab.

Mohon maaf selama ini saya melihat kalau masyarakat sipil yang jadi korban tidak ada anggota TNI/POLRI atau pimpinan yang berani mengatakan kami siap bertanggung jawab, selalu main sembunyi, semua bisa mengaku setelah diungkapkan oleh tim yang melakukan Investigasi.

Kalau selama ini sikap TPNPB sudah jelas membunuh anggota TNI /POLRI mereka selalu mengatakan kami siap bertanggung jawab, dan hal itu kita selalu baca di mana-mana.

MASYARAKAT SIPIL YANG DITEMBAK TNI/POLRI SELALU MENUNJUKAN PISTOL

Saya selalu heran apa bila terjadi penangkapan disertai dengan pembunuhan terhadap masyarakat sipil, TNI/POLRI selalu menunjukan barang bukti hanya pistol pertanyaannya apakah OPM memiliki banyak pistol

Kejadian di Kenyam pada tanggal 18 juli 2020, setelah Selu dan Elias di tembak anggota Satgas menunjukan pistol sebagai barang bukti, kejadian di Mbulmu Yalma pada tanggal 28 September 2020, TNI juga menunjukan pistol, saya tidak mengerti kejadian-kejadian seperti ini. Mungkin juga ada beberapa tempat lain juga terjadi hal yang sama.

Satu hal yang perlu ketahui oleh kita semua dan TNI/POLRI adalah setelah masyarkat di tangkap tidak pernah mau melakukan proses hukum sesuai hukum yang berlaku di negara Indonesia, tetapi selalu membunuh dan menghilangkan nyawa, dengan cara menembak mati, tetapi serahkan kepada penyidik hanya barang-barang Bukti ( BB ).

SEBENARNYA SIAPA YANG TIDAK MENGERTI HUKUM

Dalam proses penegakan hukum siapa yang tidak mengerti HUKUM ? Menurut saya TNI/POLRI tidak mengerti dalam proses penegahkan hukum yang benar, karena saya ketahui bahwa menurut aturan hukum yang berlaku adalah setelah masyarakatnya ditangkap seharusnya langsung diserahkan kepada pihak Kepolisian sebagai penyidik. Tetapi yang terjadi adalah menangkap dan ditembak langsung dengan hidup-hidup, proses penangkapan juga adalah bukan kewenangan TNI tetapi keqenagan kepolisian itu undang-undang KUHP, dapat menjelaskan seperti itu kalau penangkapanmya dilakukan oleh aparat TNI adalah main hakim sendiri dan penagkapan sewenang-wenang. di luar aturan hukum yang berlaku.

Oleh sebab itu saya berani mengatakan dalam tulisan diartikel ini, bahwa TNI/POLRI tidak mengerti proses hukum yang sebenarnya, mungkin masyarakat lebih mengerti Proses hukum.

PISTOL MILIK TNI/POLRI MENJADI ALAT PERMAINAN DIKALANGAN MASYARAKT SIPIL

Mohon maaf saya tulis apa yang saya tau dan saya mengerti kalau ada yang lebih mengerti juga bisa dapat menjelaskan kepada saya, menurut saya sebagai orang awam, apakah TNI/POLRI tidak pernah memiliki Pistol ? Sehingga pistol selalu saja ditunjukan sebagai barang bukti ketika TNI/POLRI membunuh dan menghilangkan nyawa manusia, di hutan.

Menurut saya pimpinan TNI/POLRI juga harus bijak melihat akan hal ini, sehingga kalau kita mau menunjukan kebenaran mari mengajak kami untuk melihat nomor seri pistol yang ditunjukan sebagai barang bukti apakah nomor seri pistol terdaptar di negara kami atau tidak ? Biasanyakan kalau ada perampasan senjata atau pistol yang di rampas oleh TPNPB/OPM biasanya di beri tanda khusus dan menjadi catatan, pertanyaan saya mengapa Pimpinan TNI/POLRI tidak mau buka diri dibagian ini ? Dan selalu disembunyikan fakta. Karena nomor seri setiap piatol dan senjata itu telah terdaftar.

Saya punya pengalaman di kenyam setelah Selu Karunggu dan Elias Kerunggu ditembak, satu minggu kemusian Barang Bukti dari Satgas Yonif 330 serahkan kepada Polres Nduga, kemusian saya datang ke sana, dan meminta ijin kepada pihak Polres Nduga, untuk melihat pistol yang dimaksud, saya datang ke polres dan bertemu dengan Kapolres Nduga. Namun saya tidak diberikan kesempatan untuk melihat. Ini artinya bahwa di kalangan TNI/POLRI tidak mau terbuka kedok pintu yang selama ini main baku tipu. 
Disitulah saya mengerti dan mengetahui bahwa terlalu banyak main tipu dan rekayasa yang dilakukan oleh aparat dilapangan.

SAYA TIDAK BISA PERCAYA SEPENUHNYA LAPORAN ANGGOTA TNI/POLRI DI LAPANGAN, KETIKA PERSASI BERLANGSUNG

Saya punya pengalaman pada tanggal 25 Februari 2019, saya ke Mapnduma melihat Pdt. GEYIMIN NERIGI yang di duga ditembak oleh anggota TNI, kemudian tanggal 28 Februari 2019, kami kembali pulang ke Timika, selama 10 menit kami masih di udara anggota TPNPB/OPM menembak dua anggota TNI dilapangan terbang Mapnduma.

Sampai kita tiba di Timika ada dua anggota intel kodam meminta waktu untuk kita Bertemu, setelah kita bertemu mereka tunjukan laporan dari anggota TNI Mapnduma kepada kami,begitu kami baca dalam laporan itu, ditulis bahwa :

1. Anggota yang melakukan patroli sebanyak 10 orang, sedangkan yang kami ketahui hanya 5 orang saja, sebenarnyan mereka tidak mengunakan SOP TNI

2. Sepuluh anggota yang dimaksud mengunakan senjata Minimi sedangkan dalam foto saya hanya 5 anggota dan tidak mengunakan senjata minimi

3. Kami bertemu dengan seseorang di ujung lapangan sedangkan anggota tidak menjelaskan di ujung lapangan mana di atas atau di bawah dan bertemu siapa tidak jelas.

4. Anggota sendiri tidak mengumakan SOP TNI tetapi dalam laporanya sangat detail, yang sebenarnya tidak masuk akal dan tidak jelas.

Setelah bertemu ke dua anggota itu saya dapat menjelaskan semuanya, dan mereka tidak bisa bicara banyak hanya menyampaikan terima kasih, dan saya sampaikan laporan itu laporan Hoax.

Saya juga melakukan investigasi kasus Selu Karunggu dan Elias Karunggu, waktu itu saya mau ketemu Komandan Satgas Yonif 330, mereka tidak mau ijjnkan untuk bertemu, tetapi mereka mereka minta harus ada surat ijjn dari atasan atau ijin dulu kepada atasan. Berapa hari kemudian saya diteror melaui nomor baru tetapi saya tetap tenang dan bekerja.

Saya diteror mungkin karena orang-orang itu telah melakukan kesalahan prosedur hukum, sehingga sangat panik, takut dan tidak mau mengungkapkan kebenaran, dalam penegakan hukum karena merasa ada kesalahannya.

Oleh sebannya saya berani mengatkan saya tidak sepenuhnya mau percaya laporan anggota TNI/POLRI dilapangan, saya punya dugaan laporan yang disampaikan kepada pimpinan hanya untuk naik pangkat, dan promosi jabatan.

Sedangkan Pimpinan TNI/ POLRI tidak sadar bahwa mereka sedang ditipu dengan banyak reka jasa laporan dilapangan.

Wamena, 18- 2020

Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua( Pembela Ham Sedunia) nomor Telpn 081344553374

DIREKTUR EKSEKUTIF

THEO HESEGEM

……………..

The views shared in this article do not necessarily reflect that of the AHRC.

About the Author:

Mr. Theo Hesegem is a human rights defender from Wamena Papua. He is indigenous Papuan working to promote human rights protection for indigenous Papuans who face human rights violations. Currently Mr. Theo is Executive Director of the Papua Justice and Human Integrity Foundation.

Document ID :AHRC-ETC-001-2020
Countries : Indonesia
Date : 19-10-2020